A.
Pendahuluan
Bank ASI dalam
Perspektif Hukum Islam.
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang terbaik bagi bayi, karena
pengolahannya telah berjalan secara alami dalam tubuh si ibu. Sebelum
anak lahir, makanannya telah disiapkan lebih dahulu, sehingga begitu
anak itu lahir, air susu ibu telah siap untuk dimanfaatkan. Demikian
kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya. Namun demikian ada banyak
kaum ibu pada saat ini yang tidak dapat memberikan ASI kepada anaknya
dengan berbagai alasan seperti ASI-nya tidak keluar, alasan kesehatan
serta karena waktunya tersita untuk bekerja, maka muncullah gagasan
untuk mendirikan Bank ASI untuk memenuhi kebutuhan ASI balita yang
ibunya tidak bisa menyusui anaknya secara langsung.
Gagasan untuk mendirikan bank ASI ini sebenarnya telah berkembang di
Eropa kira-kira lima puluh tahun yang lalu. Gagasan itu muncul
setelah adanya bank darah. Mereka melakukannya dengan mengumpulkan
ASI dari wanita dan membelinya kemudian ASI tersebut dicampur di
dalam satu tempat untuk menunggu orang yang membeli ASI tersebut dari
mereka. Permasalahan ini cukup menarik untuk dikaji melalui hukum
Islam. Pentingnya melakukan kajian tersebut, karena sebagaimana yang
diketahui bahwa dalam Islam ada istilah yang disebut sebagai saudara
sesusu. Apakah bank ASI ini juga mengakibatkan terjadinya saudara
sesusuan, semuanya akan diketahui melalaui kajian berikut.
B.
Pembahasan
1.
Pengertian Bank ASI
Bank ASI merupakan
tempat penyimpanan dan penyalur ASI dari donor ASI yang kemudian akan
diberikan kepada ibu-ibu yang tidak bisa memberikan ASI sendiri ke
bayinya. Ibu yang sehat dan memiliki kelebihan produksi ASI bisa
menjadi pendonor ASI. ASI biasanya disimpan di dalam plastik atau
wadah, yang didinginkan dalam lemari es agar tidak tercemar oleh
bakteri. Kesulitan para ibu memberikan ASI untuk anaknya menjadi
salah satu pertimbangan mengapa bank ASI perlu didirikan, terutama di
saat krisis seperti pada saat bencana yang sering membuat ibu-ibu
menyusui stres dan tidak bisa memberikan ASI pada anaknya.[1]
Semua ibu donor
diskrining dengan hati-hati. Ibu donor harus memenuhi syarat, yaitu
non-perokok, tidak minum obat dan alkohol, dalam kesehatan yang baik
dan memiliki kelebihan ASI. Selain itu, ibu donor harus memiliki tes
darah negatif untuk Hepatitis B dan C, HIV 1 dan 2, serta HTLV 1 dan
2, memiliki kekebalan terhadap rubella dan sifilis negatif. Juga
tidak memiliki riwayat penyakit
TBC aktif, herpes
atau kondisi kesehatan kronis lain seperti multiple sclerosis
atau riwayat kanker. Berapa lama ASI dapat bertahan sesuai dengan
suhu ruangannya[2]:
a.
Suhu
19-25 derajat celsius ASI dapat tahan 4-8 jam.
b.
Suhu
0-4 derajat celsius ASI tahan 1-2 hari
2.
Kaitan Bank ASI dengan radla'ah
a.
Pengertian ar-Radha'ah
Para ulama berbeda
pendapat dalam mendefinisikan ar
-radha' atau
susuan. Menurut Hanafiyah bahwa ar-Radha'
adalah seorang bayi yang menghisap puting payudara seorang perempuan
pada waktu tertentu. Sedangkan Malikiyah mengatakan bahwa ar-Radha'
adalah masuknya susu manusia ke dalam tubuh yang berfungsi sebagai
gizi. As-Syafi'iyah mengatakan ar-Radha'
adalah sampainya susu seorang perempuan ke dalam perut seorang bayi.
Al-Hanabilah mengatakan ar-Radha'
adalah seorang bayi di bawah dua tahun yang menghisap puting payudara
perempuan yang muncul akibat kehamilan, atau meminum susu tersebut
atau sejenisnya.[4]
b.
Batasan Umur
Para ulama berbeda
pendapat di dalam menentukan batasan umur ketika orang menyusui yang
bisa menyebabkan kemahraman.[5]
Mayoritas ulama mengatakan bahwa batasannya adalah jika seorang bayi
berumur dua tahun ke bawah. Dalilnya adalah firman Allah swt:[6]
ßNºt$Î!ºuqø9$#ur
z`÷èÅÊö�ãƒ
£`èdy‰»s9÷rr&
Èû÷,s!öqym
Èû÷ün=ÏB%x.
( ô`yJÏ9
yŠ#u‘r&
br&
¨LÉêãƒ
sptã$|ʧ�9$#
4 ’n?tãur
ÏŠqä9öqpRùQ$#
¼ã&s!
£`ßgè%ø—Í‘
£`åkèEuqó¡Ï.ur
Å$rã�÷èpRùQ$$Î/
4 Ÿw
ß#¯=s3è?
ë§øÿtR
žwÎ)
$ygyèó™ãr
4 Ÿw
§‘!$ŸÒè?
8ot$Î!ºur
$ydÏ$s!uqÎ/
Ÿwur
׊qä9öqtB
¼çm©9
¾ÍnÏ$s!uqÎ/
4 ’n?tãur
Ï^Í‘#uqø9$#
ã@÷VÏB
y7Ï9ºsŒ
3 ÷bÎ*sù
#yŠ#u‘r&
»w$|ÁÏù
`tã
<Ú#t�s?
$uKåk÷]ÏiB
9‘ãr$t±s?ur
Ÿxsù
yy$oYã_
$yJÍköŽn=tã
3 ÷bÎ)ur
öN›?Šu‘r&
br&
(#þqãèÅÊ÷ŽtIó¡n@
ö/ä.y‰»s9÷rr&
Ÿxsù
yy$uZã_
ö/ä3ø‹n=tæ
#sŒÎ)
NçFôJ¯=y™
!$¨B
Läêø‹s?#uä
Å$rá�÷èpRùQ$$Î/
3 (#qà)¨?$#ur
©!$#
(#þqßJn=ôã$#ur
¨br&
©!$#
$oÿÏ3
tbqè=uK÷ès?
׎�ÅÁt/
ÇËÌÌÈ


Artinya: Para
ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi
makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang
ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena
anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah
kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang
kamu kerjakan. (QS. 2 [al - Baqarah] : 233)[7]
Hadist Aisyah ra,
bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
فَإِنَّمَاالرَّضَاعَةُمِنْ
الْمَجَاعَةِ
"Sesungguhnya
persusuan (yang menjadikan seseorang mahram) terjadi karena lapar"
(HR Bukhari dan Muslim)[8]
c.
Jumlah Susuan
Madzhab Syafi'i dan
Hanbali mengatakan bahwa susuan yang mengharamkan adalah jika telah
melewati 5 kali susuan secara terpisah. Hal ini berdasarkan hadits
Aisyah ra, bahwasanya beliau berkata:[9]
كَانَ
فِيمَا أُنْزِلَ مِنْ الْقُرْآنِ عَشْرُ
رَضَعَاتٍ مَعْلُومَاتٍ يُحَرِّمْنَ
ثُمَّ نُسِخْنَ بِخَمْسٍ مَعْلُومَاتٍ
فَتُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُنَّ
فِيمَا يُقْرَأُ مِنْ الْقُرْآنِ
"Dahulu
dalam Al Qur`an susuan yang dapat menyebabkan menjadi mahram ialah
sepuluh kali penyusuan, kemudian hal itu dinasakh (dihapus) dengan
lima kali penyusuan saja. Lalu Rasulullah saw wafat, dan ayat-ayat Al
Qur`an masih tetap di baca seperti itu." (HR Muslim)
Kapan seorang bayi
menyusui dan dianggap sebagai satu susuan? Yaitu jika dia menyusui,
setelah kenyang dia melepas susuan tersebut menurut kemauannya. Jika
dia menyusu lagi setelah satu atau dua jam, maka terhitung dua kali
susuan dan seterusnya sampai lima kali menyusu. Kalau si bayi
berhenti untuk bernafas, atau menoleh kemudian menyusu lagi, maka hal
itu dihitung satu kali susuan saja. (Sidiq Hassan Khan, Raudhatu
an Nadiyah,
2/174)[10]
d.
Cara Menyusu
Para ulama berbeda
pendapat tentang tata cara menyusu yang bisa mengharamkan. Mayoritas
ulama mengatakan bahwa yang penting adalah sampainya air susu
tersebut ke dalam perut bayi, sehingga membentuk daging dan tulang,
baik dengan cara menghisap puting payudara dari perempuan langsung,
ataupun dengan cara as-su'uth
(memasukkan susu ke lubang hidungnya), atau dengan cara al-wujur
(menuangkannya langsung ke tenggorakannya), atau dengan cara yang
lain.[11]
Sebagaimana Riwayat Abu Daud dan Daar Kuthny dari Ibnu Mas'ud
bahwasannya Rasulullah Saw. Bersabda,
لاَرَضَاعَ
اِلاَّمَاانْشَزَالْعُظْمَ وَانْبَتَ
ا للَّحْمَ
Tidak
ada penyusuan kecuali yang membesarkan tulang dan menumbuhkan daging.
(HR. Abu Dawud).
3.
Hukum Jual Beli Asi
Air Susu Ibu (ASI)
adalah bagian yang mengalir dari anggota tubuh manusia, dan tidak
diragukan lagi itu merupakan karunia Allah bagi manusia dimana dengan
adanya ASI tersebut seorang bayi dapat memperoleh gizi. ASI tersebut
merupakan sesuatu hal yang urgen di dalam kehidupan bayi[12].
Karena pentingnya ASI tersebut untuk pertumbuhan maka sebagian orang
memenuhi kebutuhan tersebut dengan membeli ASI pada orang lain. Jual
beli ASI manusia itu sendiri di dalam fiqih Islam merupakan cabang
hukum yang para ulama berbeda pendapat di dalamnya. Ada dua pendapat
ulama tentang hal tersebut.[13]
Pertama,
tidak boleh menjualnya. Ini merupakan pendapat ulama madzhab Hanafi
kecuali Abu Yusuf, salah satu pendapat yang lemah pada madzhab
Syafi'i dan merupakan pendapat sebagian ulama Hanbali. Kedua,
pendapat yang mengatakan dibolehkan jual beli ASI manusia. Ini
merupakan pendapat Abu Yusuf (pada susu seorang budak), Maliki dan
Syafi'i, Khirqi dari madzhab Hanbali, Ibnu Hamid, dikuatkan juga oleh
Ibnu Qudamah dan juga madzhab Ibnu Hazm.[14]
4.
Sebab Timbulnya Ikhtilaf (Perbedaan)
Menurut Ibn Rusyd,
sebab timbulnya perselisihan pendapat ulama di dalam hal tersebut
adalah pada boleh tidaknya menjual ASI manusia yang telah diperah.
Karena proses pengambilan ASI tersebut melalui perahan.[15]
Imam Malik dan Imam Syafi'i membolehkannya, sedangkan Abu Hanifah
tidak membolehkannya. Alasan mereka yang membolehkannya adalah karena
ASI itu halal untuk diminum maka boleh menjualnya seperti susu sapi
dan sejenisnya. Sedangkan Abu Hanifah memandang bahwa hukum asal dari
ASI itu sendiri adalah haram karena dia disamakan seperti daging
manusia.[16]
Maka karena daging manusia tidak boleh memakannya maka tidak boleh
menjualnya, adapun ASI itu dihalalkan karena dharurah bagi bayi,
sebagaimana qawaid
fiqih
:
اَلضَّرُوْرَةُ
تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ
Darurat
itu bisa membolehkan yang dilarang.
5.
Hukum Mendirikan Bank ASI.
Bahwa
di dalam pembolehan menjual ASI itu ada kemungkaran karena bisa
menimbulkan rusaknya pernikahan yang disebabkan kawinnya orang
sesusuan dan hal tersebut tidak dapat diketahui jika antara lelaki
dan wanita meminum ASI yang dijual bank ASI tersebut.[17]
Namun,
ada juga yang berpendapat bahwa menjual ASI tersebut membawa manfaat
bagi manusia yaitu tercukupinya gizi bagi bayi karena kita melihat
bahwa banyak bayi yang tidak memperoleh ASI yang cukup baik karena
kesibukan sang ibu ataupun karena penyakit yang diderita ibu
tersebut. Tetapi
pendapat tersebut dapat ditolak karena kemudaratan yang ditimbulkan
lebih besar dari manfaatnya yaitu terjadinya percampuran nasab.
Padahal Islam menganjurkan kepada manusia untuk selalu menjaga
nasabnya. Kaidah ushul juga menyebutkan bahwa :[18]
دَفْعُ
الضَّرَارِ اَوْلَى مِنْ جَلْبِ
الْمَصَالِحِ
Menolak
kemadharatan lebih utama dari pada menarik kemaslahatan.
Ibnu Sayuti di dalam
kitab Asybah Wa Nadhaair menyebutkan bahwa di dalam kaidah
disebutkan bahwa diantara prinsip dasar Islam adalah :
اَلضَّرَارُ
لاَ يُزَالُ بِالضَّرَارِ
Kemudaratan
itu tidak dapat dihilangkan dengan kemudaratan lagi.
Hal ini jelas,
karena akan menambah masalah. Kaitannya dengan pembahasan kita yaitu,
ketiadaan ASI bagi seorang bayi adalah suatu kemudaratan, maka
memberi bayi dengan ASI yang dijual di bank ASI adalah kemudaratan
pula. Maka apa yang tersisa dari bertemunya kemudaratan kecuali
kemudaratan.[19]
Karena Fiqih bukanlah pelajaran fisika dimana bila bertemu dua kutub
yang sama akan menghasilkan hasil yang berbeda. Maka penulis
sependapat bahwa hendaknya kita melihat mana yang lebih besar
manfaatnya daripada kerusakannya.
6.
Sebagian Ulama Kontemporer Membolehkan Bank ASI.
Sebagian ulama
kontemporer membolehkan pendirian bank ASI ini, diantara mereka
adalah Dr. Yusuf al-Qardhawi. Mereka beralasan :[20]
a.
Bahwa
kata kata radha'(menyusui)
di dalam bahasa Arab bermakna menghisap puting payudara dan meminum
ASI-nya. Maka oleh karena itu meminum ASI bukan melalui menghisap
payudara tidak disebut menyusui, maka efek dari penyusuan model ini
tidak membawa pengaruh apa-apa di dalam hukum nasab nantinya.
b.
Yang
menimbulkan adanya saudara sesusu adalah sifat "keibuan",
yang ditegaskan Al-Qur'an itu tidak terbentuk semata-mata diambilkan
air susunya, tetapi karena menghisap teteknya dan selalu lekat
padanya sehingga melahirkan kasih sayang si ibu dan ketergantungan si
anak. Dari keibuan ini maka muncullah persaudaraan sepersusuan. Jadi,
keibuan ini merupakan asal (pokok), sedangkan yang lain
mengikutinya.[21]
c.
Alasan
yang dikemukakan oleh beberapa madzhab dimana mereka memberi
ketentuan berapa kali penyusuan terhadap seseorang sehingga antara
bayi dan ibu susu memilki ikatan yang diharamkan nikah, mereka
mengatakan bahwa jika si bayi hanya menyusu kurang dari lima kali
susuan maka tidaklah membawa pengaruh di dalam hubungan darah.[22]
Setelah
memperhatikan berbagai pendapat yang disampaikan oleh para ulama,
penulis tampaknya cenderung kepada yang membolehkan keberadaan Bank
ASI dengan alasan sebagaimana yang disebutkan.
C.
Penutup
Perbedaan pandangan
ulama terhadap beberapa masalah penyusuan mengakibatkan mereka
berbeda pendapat di dalam menyikapi munculnya Bank Asi sebagaimana
berikut :
Pendapat Pertama
menyatakan bahwa mendirikan bank ASI hukumnya boleh. Salah satu
alasannya: Bayi tidak bisa menjadi mahram bagi ibu yang disimpan
ASI-nya di bank ASI. Karena susuan yang mengharamkan adalah jika dia
menyusu langsung. Sedangkan dalam kasus ini, sang bayi hanya
mengambil ASI yang sudah dikemas. Pendapat Kedua menyatakan hukumnya
haram. Menimbang dampak buruknya menyebabkan tercampurnya nasab. Dan
mengikuti pendapat jumhur yang tidak membedakan antara menyusu
langsung atau lewat alat.
Pendapat Ketiga
menyatakan bahwa pendirian Bank ASI dibolehkan jika telah memenuhi
beberapa syarat yang sangat ketat, diantaranya: setiap ASI yang
dikumpulkan di Bank ASI, harus disimpan di tempat khusus dengan
meregistrasi nama pemiliknya dan dipisahkan dari ASI-ASI yang lain.
Setiap bayi yang mengkonsumsi ASI tersebut harus dicatat detail dan
diberitahukan kepada pemilik ASI, supaya jelas nasabnya. Dengan
demikian, percampuran nasab yang dikhawatirkan oleh para ulama yang
melarang bisa dihindari.
[1]
Mahjuddin, Masailul
Fiqhiyah: Berbagai Kasus yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini,
Cet. V, Jakarta: Kalam Mulia, 2003, h. 120.
[4]
Cholil,
Uman, Agama
Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern,
Cet. 2, Surabaya: Ampel Suci, 1994, h. 267.
[7]
Ibid.
[8]
Abdurrahman,
Al
Baghdadi, Emansipasi
Adakah Dalam Islam, Jakarta:
Gema Insani Press, 1998, h. 75.
[9]
Ibid.
[11]
Masjfuk,
Zuhdi, Masail
Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam,
Cet. XI,
Jakarta: PT.
RajaGrafindo
Persada, 2000,
h. 157.
[13]
Ibid.
[14]Abdul
Qadim,
Zallum, Beberapa
Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning, Transplantasi
Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi
Hidup dan Mati,
Jakarta: PT.
RajaGrafindo
Persada, 2003,
h. 234.
[19]
Ibid.
[22]
Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar